Indonesia Target Bandar Narkoba Sekarang Dan Yang Akan Datang

0

Impian Pemerintah Republik Indonesia untuk bebas dari narkoba seakan-akan menjadi impian belaka. Penyebabnya ditenggarai karena semua aspek sudah terkena dampak narkoba, dimulai dari berbagai macam kalangan masyarakat bahkan aparatur penegak hukum semisal kepolisian, aparatur sipil penjara (lapas), bahkan konon katanya sudah sampai ke istana. Berita ini didapat terkait dengan wawancara seorang jurnalis metro tv dengan seorang bandar narkoba yang dirahasiakan namanya.

Mungkinkah bangsa Indonesia ini terlepas dari narkoba mengingat peredaran narkoba sangat masif dan justru bertambah setiap tahunnya. Jika peredaran narkoba bertambah setiap tahun maka otomatis jumlah korban juga akan selalu meningkat. Kenapa begitu sulit untuk melumpuhkan narkoba dari peredarannya, target Indonesia sebagai negara bandar narkoba bukan sesuatu yang mengherankan. Bisa dikatakan Indonesia termasuk ke dalam negara darurat narkoba. Kenapa demikian? Ada beberapa alasan yang menenggarai Indonesia sebagai taget utama peredaran narkoba.

Pertama, kegiatan sebagai pengedar narkoba merupakan bisnis yang menggiurkan, keuntungannya bahkan sampai miliaran rupiah, sementara hukuman bagi pengedar narkoba tidak memberikan efek jera bagi pelakukanya, karena ada jaminan untuk pembebasan bagi pengedar narkoba oleh bos bandar pemilik narkoba.

Para aparat hukum Indonesia seperti bermain-main dalam pemberantasan narkoba. Mereka ini tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, tidak mengherankan aparatur penegak hukum Indonesia ini bisa disebut “mafia hukum” dalam arti yang sebenarnya. Asalkan ada uang penyogok kasusnya beres, Kasih Uang Habis Perkara (KUHP) merupaka sidiran keras yang melekat pada aparatur penegak hukum.

Kedua, Belum ada upaya yang serius dari pemerintah untuk pencegahan narkoba. Kalaupun ada pertanyaannya kenapa narkoba masih mudah ditemukan peredarannya di seluruh kota Indonesia. Bangsa ini sebagaimana yang kita tahu sudah banyak dirugikan dengan bahaya narkoba, dari kalangan siswa, mahasiswa sampai pada tingkat pelajar sekalipun. Indonesia dalam bahaya darurat narkoba karena pemerintahnya seperti membiarkan kondisi negara ini lumpuh karena tidak membasmi narkoba sampai ke akar-akarnya.

Walaupun dalam momen-momen tertentu Direktorat Tindak Pindana Bareskrim Polri membokar sindikat narkoba jaringan internasional yang dikendalikan warga negara Indonesia (WNI) Fredi Pratama. Dalam praktiknya, jaringan Fredi Pratama ternyata tidak hanya beroprasi di Tanah Air, tetapi melebar pangsanya hingga ke Malaysia bagian timur. Kendati telah menyita aset senilai Rp 10,5 triluin Polri hingga kini belum meringkus Fredi Pratama  lantaran masih buron.

Di sisi lain pengungkapan jaringan Fredi Pratama mengingatkan publik mengenal sosok gembong narkoba Fredi Budiman yang dieksekusi mati pada 29 Juli 2016. Pertanyaan besarnya kasus yang ditangkap Selasa, 12 Sepetember 2023 Apakah ini akan menjadi momentum besar secara terus menerus yang akan dilakukan oleh Polri dalam memberantas Narkoba sampai ke akar-akarnya. Jangan momentum ini hanya musiman, seolah olah polri menganggap kasus narkoba aman dari sindikat pengedar narkoba. Saya meyakini Fredi Pratama ini punya kelompok besar yang akan meneruskan pengedaran narkoba di Indonesia.

Ketiga, keadaan ekonomi yang makin sulit ditambah jumlah pengangguran yang makin bertambah setiap tahun, berdasarkan data Badan Pusat Statisitik (BPS) hingga Februari 2023 jumlah pengangguran sebanyak 7,99 juta orang.  Jumlah ini bukan angka  yang kecil, belum lagi kita bicara pengangguran yang sangat membebani kehidupan mereka. Dampak dari covid 19 yang lalu masih terasa terhadap perekonomian di Indonesia, perekonomian yang lesu juga disebabkan banyaknya barang impor yang masuk, dengan biaya yang relatif lebih murah mempengaruhi kondisi pedagang lokal di Indonesia.

Kemudian banyaknya PHK dari berbagai perusahaan bukan tanpa alasan menjadi pengedar narkoba adalah pilihan yang masuk akal bagi mereka yang lemah iman. Soal resiko ngak ada pilihan dari pada mati kelaparan. Itulah pikiran pendek yang menyebloskan mereka pada suasana batin yang tidak tenang, kalau apes nya mereka terpaksa menerima masuk ke penjara.

Oleh karenanya bagaimana negara seharusnya bisa memikirkan soal pekerjan yang layak dan terjamin kehidupnya. Amanah pasal 27 ayat 2 UUD 1945 ini harus menjadi perhatian negara yang mana setipa warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, bagaimana caranya dan sampai pada tujuannya, itu lah tugas pemerintah mewujudkan dengan cara cara yang berperikemanusiaan juga. Sekarang pemerintah kadang tidak menghadirkan solusi tapi malah berbuat dengan melakukan tindakan represif kepada warganya, seperti apa yang terjadi pada Pulau Rempang Kota Batam.

Keempat, ini yang terakhir, moral anak-anak bangsa yang bobrok, ditenggarai oleh sistem pendidikan kita yang tidak menjadikan nilai-nilai agama menjadi tolak ukur atas segala tindakan perilaku negatif/menyimpang. Kurikulum pelajaran agama mulai tidak terlalu dipedulikan dan diprioritaskan dalam membetengi perilaku akhlak anak-anak bangsa. Makanya orang tua lebih banyak memasukkan anaknya ke sekolah yang punya kurikulum agama yang kuat dari pada sekolah umum, seperti pondok-pondoh pesantren, MTsN, MAN, perguruan tinggi yang islami. Perlu dipikirkan lagi oleh Menteri Pendidikan Nasional bahwa pendidikan sekolah seperti SD, SMP, dan SMA bahkan perguruan tinggi negeri yang pelajaran agamanya cuma 2 jam dalam seminggu.

Sebagus apapun kemajuan dan kecerdasan IPTEK kalau tidak diiringi dengan nilai-nilai agama yang mumpuni, saya rasa sama saja menjerumuskan perilaku anak-anak bangsa ke jalan yang salah. Rumusnya sederhana, bentengilah anak anak bangsa ini dengan pedidikan agama yang seharusnya mereka dapatkan, dengan agama hidup menjadi lurus, dengan agama punya ketebalan keimanan yang kokoh, dan dengan keiman yang kokoh akan membentengi diri dari segala perilaku tindak kejahatan seseorang, termasuk menjadi pengedar narkoba. Semoaga ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis : Riko Riyanda (Dosen Prodi Ilmu Politik FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat)

Bagikan

Tinggalkan Balasan